Officium Nobile

"Advokat adalah profesi terhormat (Officium Nobile"

Fiat Justitia Ruat Coelum

"Hendaklah Keadilan ditegakan, walaupun langit akan runtuh"

Fiat Justitia et Pereat Mundus

"Hendaklah keadilan ditegakan, walaupun dunia harus binasa"

Presumption of Innocence

"Praduga tidak bersalah, adalah azas dimana seseorang dinyatakan tidak bersalah hingga pengadilan menyatakan bersalah"

Unus Testis Nullus Testis

"Adalah asas yang menolak kesaksian keterangan dari satu orang saksi saja"

Sunday, March 25, 2018

Status Barang Bukti dari Leasing Jika Perkara Sudah Berkekuatan Hukum Tetap

Bagaimana dengan status barang bukti kendaraan bermotor dari leasing apakah akan dikembalikan kepada perusahaan leasingnya atau tidak jika perkara pidana telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap ?

Silahkan membaca analisa kami berikut ini :

Barang bukti diatur di dalam Pasal 46 ayat (1) dan (2) KUHAP yang mengatur tentang mekanisme pengembalian benda sitaan, yaitu : 

(1) Benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka dari siapa benda itu disita, atau kepada orang atau kepada mereka yang paling berhak, apabila:
a.   Kepentingan penyidikan dan penuntutan tidak memerlukan lagi.
b.   Perkara tersebut tidak jadi dituntut karena tidak cukup bukti atau ternyata tidak merupakan tindak pidana.
c.   Perkara tersebut dikesampingkan untuk kepentingan umum atau perkara tersebut ditutup demi hukum, kecuali apabila benda itu diperoleh dari suatu tindak pidana atau yang dipergunakan untuk melakukan suatu tindak pidana.

(2) Apabila perkara sudah diputus, maka benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka yang disebut dalam putusan tersebut, kecuali jika menurut putusan hakim benda itu dirampas untuk negara, untuk dimusnahkan atau untuk dirusakkan sampai tidak dapat dipergunakan lagi atau jika benda tersebut masih diperlukan sebagai barang bukti dalam perkara lain.

Berdasarkan Putusan MK No. 021/PUU-II/2005 suatu barang bukti kendaraan bermotor yang dibeli dari leasing jika barang bukti tersebut digunakan untuk kejahatan yang merugikan Negara seperti pembalakan hutan, maka barang bukti tersebut akan dirampas oleh Negara. Putusan ini telah mengecualikan pengembalian benda yang disita untuk dikembalikan dan benda tersebut akan dirampas untuk Negara berdasarkan putusan hakim.

Anda Memerlukan Bantuan Advokat Kontak WA kami : 0813.17.906.136

Saturday, March 24, 2018

Ancaman Pidana Pungli oleh Aparatur Sipil Negara (ASN)


Ancaman pidana pungutan liar atau biasa dikenal dengan pungli yang dilakukan oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) dapat dikenakan Pasal 423 KUHP yang berbunyi "Pegawai negeri yang dengan maksud menguntungkan dirinya sendiri atau orang lain dengan melawan hak, memaksa seorang dengan sewenang-wenang memakai kekuasaannya, supaya memberikan sesuatu, melakukan sesuatu pembayaran, memotong sebagian dalam melakukan pembayaran, atau mengerjakan sesuatu apa, dihukum penjara selama-lamanya enam tahun".

Di dalam Pasal 423 KUHP masih memakai terminologi Pegawai Negeri sedangkan sekarang istilah pegawai negeri sudah berubah menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) sesuai dengan UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Didalam Pasal 1 angka 2 dijelaskan bahwa Pegawai Aparatur Sipil Negara  yang selanjutnya disebut Pegawai ASN adalah pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat  pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan pasal 1 angka 2 diatas maka, pegawai ASN itu terdiri dari PNS dan Pegawai Pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK), lalu berdasarkan Pasal 423 KUHP, pasal ini hanya dapat dikenakan kepada PNS yang melakukan pungli dan Pasal ini tidak bisa dikenakan kepada Pegawai Pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) sesuai dengan Pasal 423 KUHP.

Sesuai dengan Pasal 1 angka 4 dijelaskan bahwa Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yang  selanjutnya disingkat PPPK adalah  warga negara  Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, yang  diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka  waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas  pemerintahan.

Hal ini sesuai dengan azas legalitas di dalam Pasal 1 ayat 1 KUHP yang berbunyi :
“Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada.”

Oleh karena itu, azas legalitas didalam KUHP harus diberlakukan sesuai dengan bunyi pasalnya yaitu Pegawan Negeri (PNS) dan tidak bisa dikenakan kepada Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).


Perlu bantuan kami dalam proses pendampingan kasus tuduhan penggelapan ?
Segera kontak Advokat/Pengacara/Konsultan Hukum kami di :
SMS/WA : 0812.6099.9499 atau 0813-1597-0811








Thursday, March 1, 2018

Sanksi Pidana Penggelapan Oleh Aparatur Sipil Negara (ASN)

Penggelapan di dalam KUHP diatur di dalam Pasal 374 KUHP yang berbunyi sebagai berikut :

“Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena pencarian atau karena mendapat upah untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.”

Sedangkan sanksi pidana penggelapan yang dilakukan oleh PNS akan dikenakan sesuai dengan Pasal 415 KUHP :

Seorang pejabat atau orang lain yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum terus-menerus atau untuk sementara, yang dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpannya karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga itu diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau membantu orang lain itu dalam melakukan perbuatan tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. (KUHP 35 dst., 92, 372 dst., 375, 437, 486.)


“Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah), pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut.”

Karena UU TIPIKOR mengatur secara lex specialis akan dikenakan sanksi Pasal 8 UU No. 20 Tahun 2001 tentangPerubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang PemberantasanTindak Pidana Korupsi (“UU Tipikor”)

Pelaku tindak pidana penggelapan dalam jabatan bagi mereka yang menjalankan jabatan umum dapat dipidana penjara minimal 3 (tiga) tahun dan maksimal 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).

Perlu bantuan kami dalam proses pendampingan kasus korupsi ?
Segera kontak Advokat/Pengacara/Konsultan Hukum kami di :
SMS/WA : 0812.6099.9499 atau 0813-1597-0811