Officium Nobile

"Advokat adalah profesi terhormat (Officium Nobile"

Fiat Justitia Ruat Coelum

"Hendaklah Keadilan ditegakan, walaupun langit akan runtuh"

Fiat Justitia et Pereat Mundus

"Hendaklah keadilan ditegakan, walaupun dunia harus binasa"

Presumption of Innocence

"Praduga tidak bersalah, adalah azas dimana seseorang dinyatakan tidak bersalah hingga pengadilan menyatakan bersalah"

Unus Testis Nullus Testis

"Adalah asas yang menolak kesaksian keterangan dari satu orang saksi saja"

Tuesday, November 27, 2018

Pinjaman Online atau P2P Lending

Berdasarkan Pasal 1 ayat 3 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77 /POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi disebutkan bahwa :
Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi adalah penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman dalam rangka melakukan perjanjian pinjam meminjam dalam mata uang rupiah secara langsung melalui sistem elektronik dengan menggunakan jaringan internet.
Berdasarkan Pasal 1 ayat 3 diatas, maka dalam proses pemberian pinjaman dari pemberi pinjaman kepada penerima pinjaman harus didasari oleh perjanjian pinjam meminjam dan harus dalam mata uang rupiah.
Oleh karena itu, pinjam meninjam online tetap terikat kepada Pasal 1754 KUHPER Jo Pasal 1756 KUHPER Jo Pasal 20 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77 /POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi yaitu sebagai berikut :
Pasal 1754 KUHPER :
Pinjam pakai habis adalah suatu perjanjian, yang menentukan pihak pertama menyerahkan sejumlah barang yang dapat habis terpakai kepada pihak kedua dengan syarat bahwa pihak kedua itu akan mengembalikan barang sejenis kepada pihak pertama dalam jumlah dan keadaan yang sama.
Pasal 1756 KUHPER :
Utang yang timbul karena peminjaman uang, hanya terdiri dan sejumlah uang yang digariskan dalam perjanjian. Jika sebelum utang dilunasi nilai mata uang naik atau turun, atau terjadi perubahan dalam peredaran uang yang lalu, maka pengembalian uang yang dipinjam itu harus dilakukan dengan uang yang laku pada waktu pelunasannya sebanyak uang yang telah dipinjam, dihitung menurut nilai resmi pada waktu pelunasan itu.

Pasal 20 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77 /POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi menyebutkan :
(1) Perjanjian pemberian pinjaman antara Pemberi Pemberi Pinjaman dengan Penerima Pinjaman dengan Penerima Pinjaman dengan Penerima Pinjaman Pinjaman dengan Penerima Pinjaman Pinjaman dengan Penerima Pinjaman dengan Penerima dituangkan dalam Dokumen Elektronik.
(2) Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib paling sedikit memuat :
a. nomor perjanjian;
b. tanggal perjanjian;
c. identitas para pihak;
d. ketentuan mengenai hak dan kewajiban para pihak;
e. jumlah pinjaman;
f. suku bunga pinjaman;
g. nilai angsuran;
h. jangka waktu;
i. objek jaminan (jika ada);
j. rincian biaya terkait;
k. ketentuan mengenai denda (jika ada); dan
l. mekanisme penye lesaian sengketa.
(3) Penyelenggara wajib menyediakan akses informasi kepada Penerima Pinjaman atas posisi pinjaman yang diterima.
(4) Akses informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak termasuk informasi terkait identitas Pemberi Pinjaman.
Jika anda membutuhkan bantuan penyelesaian masalah pinjaman online ini bisa WA : 0813.17.906.136 

Saturday, November 24, 2018

Perjanjian dalam Pinjaman Online / P2P Lending

Pinjaman online dikenal juga dengan istilah Peer-to-peer lending (P2P Lending) adalah praktek peminjaman uang kepada individu atau pemilik usaha melalui jasa online yang mempertemukan pemberi pinjaman dengan peminjam. (https://en.wikipedia.org/wiki/Peer-to-peer_lending).

Berdasarkan Pasal 1 ayat 3 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan NOMOR 77 /POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi Pinjaman Online (P2P Lending) didefinisikan sebagai :

“Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi adalah penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman dalam rangka melakukan perjanjian pinjam meminjam dalam mata uang rupiah secara langsung melalui sistem elektronik dengan menggunakan jaringan internet”

Berdasarkan Pasal 1 ayat 3 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan NOMOR 77 /POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi Pinjaman Online (P2P Lending) ini, maka syarat awal dalam proses memberikan pinjaman dari pemberi pinjaman dan peminjam harus didasari oleh adanya perjanjian dan harus dalam mata uang rupiah.

Selanjutnya, ketentuan perjanjian antara pemberi pinjaman dan penerima pinjaman diatur di dalam Pasal 20 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan NOMOR 77 /POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi Pinjaman Online (P2P Lending) yaitu sebagai berikut :

Pasal 20

(1) Perjanjian pemberian pinjaman antara Pemberi Pinjaman dengan Penerima Pinjaman dituangkan dalam Dokumen Elektronik.

(2) Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib paling sedikit memuat

a. nomor perjanjian;
b. tanggal perjanjian;
c. identitas para pihak;
d. ketentuan mengenai hak dan kewajiban para pihak;
e. jumlah pinjaman;
f. suku bunga pinjaman;
g. nilai angsuran;
h. jangka waktu;
i. objek jaminan (jika ada);
j. rincian biaya terkait;
k. ketentuan mengenai denda (jika ada);
dan
l. mekanisme penyelesaian sengketa.

(3) Penyelenggara wajib menyediakan akses informasi kepada Penerima Pinjaman atas posisi pinjaman yang diterima.

(4) Akses informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak termasuk informasi terkait identitas Pemberi Pinjaman.


Oleh karena itu, maka penerima pinjaman harus cermat melihat isi perjanjian dalam pinjam meminjam ini, termasuk harus melihat bagaimana suku bunga pinjamannnya. Hal ini perlu dicermati agar penerima pinjaman tidak terjebak oleh suku bunga pinjaman yang akan dibayarkannya.

Jika anda memiliki masalah terhadap pinjaman online ini, bias konsultasi dengan kami via WA : 0813.17.906.136

Monday, November 19, 2018

Tindak Pidana di Bidang Paten

Tindak pidana di bidang paten diatur di dalam Pasal 154 UU No.13 Tahun 2016 tentang Paten :

Dalam hal terjadi tuntutan pidana terhadap pelanggaran Paten atau Paten sederhana para pihak harus terlebih dahulu menyelesaikan melalui jalur mediasi.

Tindak pidana paten merupakan delik aduan sebagaimana dijelaskan di  dalam Pasal 165 UU Paten :

Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 161, Pasal 162, dan Pasal 164 merupakan delik aduan.

Tafsir Pasal 154 dalam hal terjadi tuntutan pidana dari pemegang paten terhadap terlapor, maka sebelum dilakukan laporan kepada penyidik hendaknya pelapor melakukan upaya mediasi terlebih dahulu dengan terlapor baik itu dengan melakukan upaya mediasi dan/atau somasi terlebih dahulu dengan 3 kali somasi.

Tuntutan Pidana itu harus datang dari Pemegang Paten selaku pemilik hak ekonomi paten sebagaimana dijelaskan di dalam Pasal 160 UU Paten :


Setiap Orang tanpa persetujuan Pemegang Paten dilarang:
a. dalam hal Paten-produk: membuat, menggunakan, menjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan, atau menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan produk yang diberi Paten; dan/atau
b. dalam hal Paten-proses: menggunakan proses produksi yang diberi Paten untuk membuat barang atau tindakan lainnya sebagaimana dimaksud dalam huruf a.

Jadi ketika ada laporan masuk ke Penyidik, maka penyidik harus bisa memastikan apakah legal standing dari pelapor telah benar yaitu selaku pemegang paten atau bukan ? dan hal ini dapat dilihat dari sertifikat  patennya. Selain itu, setiap laporan yang masuk kepada penyidik maka penyidik harus menanyakan kepada terlapor apakah sudah dilakukan upaya mediasi dan/atau somasi terlebih dahulu tidak sebelum dilakukan laporan ke penyidik ? 

Hal ini sesuai dengan KEPUTUSAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-Ol.Hl.07.02 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN MANAJEMEN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA DI BIDANG KEKAYAAN INTELEKTUAL Pada Bab V ayat (2) dan (3) yaitu sebagai berikut :

BABV
MEDIASI

(2) Penyidikan dapat dijalankan apabila proses hukum penyelesian sengketa melalui mediasi gagal/ tidak terlaksana atau tidak ditanggapi para pihak.
(3) Bukti-bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa keterangan gagalnya mediasi dan/ atau surat peringatan yang telah dikirim sebanyak 3x (tiga kali) dalam jangka waktu masing-masing 10 (sepuluh) hari oleh pemilik, pemegang, penerima lisensi dan/ atau kuasanya dan tidak ditanggapi oleh pihak yang dilaporkan. 

Pasal 154 Jo Pasal 161 Jo Pasal (2) (3) Petunjuk pelaksanaan  Manajemen Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Kekayaan Intelektual menyatakan bahwa penyidikan baru dijalankan jika upaya mediasi dan/atau somasi gagal dilakukan.