Thursday, January 25, 2018

Pengaturan Pekerjaan Outsourching di Dalam UU Tenaga Kerja, UU No. 13 Tahun 2003, Permenakertrans No. 19 Tahun 2012, SE OJK No. 11/SEOJK.03/2017 dan Permen ESDM No. 27 Tahun 2008

Pengaturan berkenaan dengan pekerjaan outsouching (alih daya) diatur di dalam Pasal 64 sampai dengan Pasal 66 UU Tenaga Kerja. Yaitu sebagai berikut :

Pasal 64
Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis.

Pasal 65
(1) Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain dilaksanakan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis.
(2) Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama;
b. Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan;
c. Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan; dan
d. Tidak menghambat proses produksi secara langsung.
(3) Perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus berbentuk badan hukum.
(4) Perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerja/buruh pada perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sekurang-kurangnya sama dengan perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
(5) Perubahan dan/atau penambahan syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
(6) Hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja secara tertulis antara perusahaan lain dan pekerja/buruh yang dipekerjakannya.

(7) Hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) dapat didasarkan atas perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu apabila memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59.

(8) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan penerima pemborongan beralih menjadi hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi pekerjaan.
(9) Dalam hal hubungan kerja beralih ke perusahaan pemberi pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (8), maka hubungan kerja pekerja/buruh dengan pemberi pekerjaan sesuai dengan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (7).

Pasal 66
(1) Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan
proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan
langsung dengan proses produksi.
Adapun penjelasan Pasal 66 adalah sebagai berikut :
Pasal 66
Ayat (1)
Pada pekerjaan yang berhubungan dengan kegiatan usaha pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, pengusaha hanya diperbolehkan mempekerjakan pekerja/buruh dengan perjanjian kerja waktu tertentu dan/atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu. Yang dimaksud kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi adalahnkegiatan yang berhubungan di luar usaha pokok (core business) suatu perusahaan.
Kegiatan tersebut antara lain: usaha pelayanan kebersihan (cleaning service), usaha penyediaan makanan bagi pekerja/buruh catering, usaha tenaga pengaman (security/ satuan pengamanan) , usaha jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan, serta usaha penyediaan angkutan pekerja/buruh.
Huruf c
Perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja maupun penyelesaian perselisihan antara penyedia jasa tenaga kerja dengan pekerja/buruh harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pekerja/buruh yang bekerja pada perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh memperoleh hak (yang sama) sesuai dengan perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama atas perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan yang timbul dengan pekerja/ buruh lainnya di perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh.

Permenakertrans No. 19 Tahun 2012
Pasal 17 ayat (3) berbunyi: “Kegiatan usaha penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. Usaha pelayanan kebersihan (cleaning sevice);
b. Usaha penyediaan makanan bagi pekerja/buruh (catering);
c. Usaha tenaga pengaman (security/ satuan pengaman);
d. Usaha jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan;
e. Usaha penyediaan angkutan bagi pekerja/buruh

SE OJK No. 11/SEOJK.03/2017
a. Pemasaran melalui telepon;
b. Pemasaran langsung atau wakil pemasaran;
c. Penagihan kredit atau pembiayaan;
d. Distribusi uang tunai;
e. Pemrosesan uang tunai;
f. Penyimpanan uang tunai;
g. Pengisian ATM;
h. Kasir Payment Point;
i. Kasir penerima setoran kredit atau pembiayaan dari debitur usaha mikro;
j. Resepsionis;
k. Penginput data;
l. Pusat layanan telepon atau operator telepon;
m. Help desk;
n. Sekretaris
o. Jasa pengaman
p. Kurir
q. Pengemudi
r. Petugas kebersihan
s. Pramubakti

Permen ESDM No. 27 Tahun 2008
Pasal 5 ayat (3) berbunyi: “Bidang usaha jasa non-konstruksi Migas sebagaimana dimaskud pada ayat (1) huruf b terdiri dari:
a. survei seismik;
b. survei non seismik;
c. geologi dan geofisika;
d. pemboran;
e. operasi sumur pemboran;
f. pekerjaan bawah air;
g. pengelolaan bahan peledak, radio aktif, dan bahan berbahaya;
h. pangkalan logistic;
i. pengoperasian dan pemeliharaan;
j. inspeksi teknis;
k. pengujian teknis;
l. pekerjaan paska operasi;
m. penelitian dan pengembangan;
n. pendidikan dan pelatihan;
o. pengelolaan limbah pemboran dan produksi; dan/atau
p. jasa lainnya.

Perlu bantuan kami dalam proses hukum ketenaga kerjaan ?
Segera kontak Advokat/Pengacara/Konsultan Hukum kami di :
SMS/WA : 0813.17.906.136

0 comments:

Post a Comment